Hunian berkonsep green living atau ramah lingkungan mengalami peningkatan popularitas yang signifikan di Indonesia. Tren ini didorong oleh kombinasi faktor ekonomi, lingkungan, sosial, dan generasional yang saling berinteraksi membentuk preferensi baru masyarakat dalam memilih hunian.
Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu lingkungan mengalami peningkatan drastis. Survei Rumah.com menunjukkan bahwa 91% responden menginginkan hunian dengan fitur ramah lingkungan. Perubahan iklim yang semakin terasa, seperti peningkatan suhu ekstrem dan polusi udara di kota-kota besar, mendorong masyarakat untuk mencari solusi hunian yang lebih berkelanjutan.
Generasi milenial dan Gen Z menjadi penggerak utama tren ini. Knight Frank Indonesia mencatat bahwa lebih dari 60% milenial memilih rumah berdasarkan faktor berkelanjutan. Karakteristik generasi ini yang peduli lingkungan dan sadar akan dampak perubahan iklim membuat mereka bersedia membayar lebih untuk properti ramah lingkungan.
Riset E.ON mengungkapkan 77% Gen Z tertarik memiliki rumah hemat energi, sementara 83% berminat hunian dekat transportasi publik. Bahkan 81% responden berusia 16-41 tahun akan senang membayar lebih untuk rumah dengan panel surya atau fasilitas pengisian kendaraan listrik.
Hunian green living menawarkan efisiensi biaya operasional yang signifikan. Sekitar 48% responden menginginkan rumah yang dapat menghemat biaya listrik, sementara 35% konsumen mencari rumah hemat energi untuk mengurangi pengeluaran bulanan. Rumah ramah lingkungan dapat mengurangi konsumsi energi hingga 30% dan biaya operasional secara keseluruhan melalui penggunaan panel surya, sistem ventilasi alami, dan teknologi hemat air.
Hunian ramah lingkungan memberikan manfaat kesehatan yang nyata bagi penghuninya. Desain yang memaksimalkan sirkulasi udara alami dan pencahayaan yang optimal menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Kualitas udara dalam ruangan yang lebih baik, penggunaan material non-toksik, dan ruang terbuka hijau berkontribusi pada kesehatan fisik dan mental penghuni.
Properti ramah lingkungan menunjukkan kinerja investasi yang superior. Studi The Appraisal Journal menemukan rumah dengan fitur ramah lingkungan memiliki nilai jual 9% lebih tinggi dibandingkan rumah konvensional. Seiring meningkatnya permintaan, nilai properti rumah ramah lingkungan cenderung stabil atau bahkan meningkat.
Hunian green living di Indonesia umumnya dilengkapi dengan:
Penggunaan material berkelanjutan menjadi ciri khas, seperti:
Integrasi ruang hijau yang luas menjadi elemen penting, termasuk taman, area resapan air, dan jalur pejalan kaki yang mendukung gaya hidup aktif.
Meskipun minat tinggi, implementasi hunian green living masih menghadapi kendala. Biaya konstruksi yang 3-4% lebih tinggi dibanding hunian konvensional menjadi hambatan utama. Hanya 28% responden bersedia membayar lebih untuk fitur ramah lingkungan, meskipun 91% mengakui pentingnya.
Edukasi konsumen juga masih terbatas, dengan segmentasi pasar yang belum merata di seluruh lapisan masyarakat. Indonesia baru memiliki 305 properti bersertifikat hijau, jauh tertinggal dari Singapura yang memiliki lebih dari 1.000 properti tersertifikat.
Pengembang properti merespons tren ini dengan mengintegrasikan teknologi hijau dalam proyek-proyeknya. Sinar Mas Land, Agung Podomoro, dan pengembang lainnya mulai menawarkan opsi instalasi panel surya, sistem pengelolaan air dan sampah, serta green space yang luas.
Beberapa kawasan seperti BSD City, Serpong Natura City, dan proyek-proyek di Cikarang telah menerapkan konsep hunian berkelanjutan dengan sertifikasi Greenship dari Green Building Council Indonesia.
Tak hanya itu, developer properti syariah pun kini mulai mencoba menerapkan konsep ini, tentu dengan memulai dari hal yang sederhana. Misal dengan memperbanyak taman, pepohonan dan menciptakan suasana sejuk di dalam kawasan perumahan. Salah satunya adalah PT Cipta Bahagia Bersama Keluarga yang membangun proyek Taman Permata Kota Baru di Purwokerto.
Tren hunian green living diprediksi akan terus berkembang seiring dengan komitmen Indonesia mencapai net zero emission pada 2060. Dukungan pemerintah melalui insentif untuk properti bersertifikat hijau dan regulasi yang mendorong pembangunan berkelanjutan akan mempercepat adopsi konsep ini.
Dengan proyeksi pasar bangunan hijau global mencapai USD 24,7 triliun pada 2030, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor ini, terutama dengan target 1 juta unit hunian hijau terjangkau pada 2030 melalui Indonesia Green Affordable Housing Program.
Minat terhadap hunian berkonsep green living di Indonesia merupakan manifestasi dari perubahan paradigma masyarakat yang semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan lingkungan, efisiensi ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik untuk generasi mendatang.